Petisi Soetardjo adalah sebutan untuk petisi yang diajukan oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo, pada 15 Juli 1936, kepada Ratu Wilhelmina serta Staten Generaal (parlemen) di negeri Belanda.
Petisi ini diajukan karena makin meningkatnya perasaan tidak puas di kalangan rakyat terhadap pemerintahan akibat kebijaksanaan politik yang dijalankan Gubernur Jenderal de Jonge. Petisi ini ditandatangani juga oleh I.J. Kasimo, G.S.S.J. Ratulangi, Datuk Tumenggung, dan Ko Kwat Tiong.
ISI
Isi petisi adalah permohonan supaya diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil
REAKSI
Usul yang dianggap menyimpang dari cita-cita kalangan pergerakan nasional ini mendapat reaksi, baik dari pihak
Pers Belanda, seperti Preanger Bode, Java Bode, Bataviaasch Nieuwsblad, menuduh usul petisi sebagai suatu: "permainan yang berbahaya", revolusioner, belum waktunya dan tidak sesuai dengan keadaan.
Golongan reaksioner Belanda, seperti Vaderlandsche Club berpendapat
Beberapa anggota Volksraad berpendapat bahwa usul petisi kurang jelas, kurang lengkap dan tidak mempunyai kekuatan. Pers Indonesia seperti surat kabar Pemandangan, Tjahaja Timoer, Pelita Andalas, Pewarta Deli, Majalah Soeara Katholiek menyokong usul petisi. Oleh karena itu usul petisi dengari cepat tersebar luas di kalangan rakyat dan sebelum sidang Volksraad membicarakan secara khusus, kebanyakan pers
Menurut harian Pemandangan saat usul ini dimajukan sangat terlambat, yaitu saat akan digantikannya Gubernur Jenderal De Jonge oleh Gubernur Jenderal Tjarda.
SIDANG
Kemudian diputuskan untuk membicarakan usul petisi tersebut dalam sidang khusus tanggal 17 September 1936.
Pada tanggal 29 September 1936 selesai sidang perdebatan, diadakanlah pemungutan suara dimana petisi disetujui oleh Volksraad dengan perbandingan suara 26 suara setuju lawan 20 suara menolak.
Dan pada tanggal 1 Oktober 1936 petisi yang telah menjadi petisi Volksraad itu dikirim kepada Ratu, Staten-Generaal, dan Menteri Koloni di negeri Belanda.
USULAN BARU
Sementara menunggu keputusan diterima atau tidak usul petisi tersebut maka untuk memperkuat dan memperjelas maksud petisi, pada persidangan Volksraad Juli 1937 Soetardjo kembali mengajukan usul rencana Indonesia menuju "Indonesia berdiri sendiri".
Rencana tersebut dibagi dalam dua tahap, masing-masing untuk
Petisi ini kembali banyak menimbulkan tanggapan dari organisasi-organisasi gerakan rakyat seperti: Perhimpunan Indonesia (PI), Roekoen Peladjar Indonesia (Roepi), Gerakan Rakjat Indonesia (GERINDO), Perkumpulan Katholik di Indonesia (PPKI), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), PNI, dan sebagainya.
PETISI DITOLAK
Pada persidangan Volksraad bulan Juli 1938, Gubernur Jenderal Tjarda secara samar-samar telah membayangkan bahwa petisi akan ditolak. Laporan Gubernur Jenderal kepada menteri jajahan (berdasarkan laporan-laporan antara lain dari Raad van Nederland-Indie, Adviseur voor Inlahdse Zaken, Directeur van Onderwijs en Eredienst), telah menyarankan supaya petisi ditolak dengan alasan isi kurang jelas.
Juga mengingat ketidakpastian akan kejadian-kejadian di masa yang akan datang ini, maka tidak dapatlah disetujui keinginan untuk mengadakan konfrensi untuk menyusun rencana bagi masa yang akan datang. Akhirnya ia menyarankan bahwa biar bagaimanapun petisi harus ditolak sehingga perubahan secara prinsip bagi kadudukan
Akhirnya dengan keputusan Kerajaan Belanda No. 40 tanggal 14 November 1938, petisi yang diajukan atas nama Volksraad ditolak oleh Ratu Wilhelmina. Alasan penolakannya antara lain ialah: "Bahwa bangsa
0 komentar:
Posting Komentar